Apa itu Sistem Thinking? (KHSB #21)

Pernahkah Anda berpikir, ada beberapa orang yang sukses dalam hidupnya tapi justru dulu waktu mudanya mengalami putus sekolah.


lalu gara-gara anda membaca berita tersebut, tiba-tiba Anda juga jadi terpengaruh, untuk bisa sukses seperti mereka Andapun harus putus sekolah dulu??

Ternyata banyak permasalahan di dunia ini yang tidak bisa didekati hanya dengan berfikir linier seperti itu. Kesuksesan seseorang bukan hanya ditentukan oleh putus atau tidak nya sekolah. Kesuksesan Seseorang pasti dipengaruhi banyak faktor yang saling terkait secara sistemik. Itulah sebabnya penting kita untuk memahami cara berfikir system. Dan materi kali ini kita akan membahas tentang system thinking.

Mungkin anda pernah mendengar cerita, beberapa sawah setelah disemprot pestisida dalam jangka panjang hamanya justru semakin banyak, kenapa bisa begitu ya?

Memang benar pestisida membuat hama itu mati, populasi hama yang berkurang di suatu tempat juga akan membuat predator pemakan hama itu akan pergi dari tempat itu. Karena tidak ada lagi predator pemakan hama di situ, maka hama akan berkembang biak dengan lebih cepat.

Bukan hanya itu, pestisida membuat hama semakin resisten yang pada gilirannya semakin membuat hama sulit dibasmi.


System thinking mengajak kita untuk tidak berfikir bahwa untuk mencapai C kita harus melalui A dan B. Sistem thinking mengatakan jika kita melakukan A dan B, bisa saja hasilnya akan mempengaruhi munculnya D dan E yang akan menghasilkan F dan justru mengganggu munculnya C.

Peter Senge dalam bukunya The Fifth Discipline mengatakan, berrfikir sistem adalah suatu disiplin untuk melihat fenomena secara utuh, bukan hanya per bagian, mengidentifikasi pola perubahan, bukan sekedar potret statis, untuk memahami keterkaitan antar bagian yang membentuk karakteristik sistem tertentu.

System thinking akan melihat serangkaian proses sebagai sebuah sistem yang saling terkoneksi. Inti dari sistem thinking adalah memahami relasi dinamis antara banyak variabel bukan hanya sebab akibat dalam suatu fenomena.

Kita lebih sering berpikir linear, misal kemacetan di Jakarta bisa diatasi dengan membangun lebih banyak jalan. Padahal  dengan banyak jalan bisa-bisa semakin banyak mobil yang masuk ke Jakarta.

Padahal kemacetan bukan hanya perkara jalan yang kurang, tapi terlalu banyaknya mobil. Bukan hanya karena faktor ekonomi tapi mungkin juga faktor sosial terkait gaya hidup,  terkait dengan budaya, faktor hukum, politik dan banyak lainnya.

Jadi solusinya adalah gabungan banyak faktor, jalan yang ditambah, pajak STNK dinaikkan, parkir dipermahal, atau membuat alternatif moda transport umum yang nyaman tapi murah.

Jika semua faktor itu sudah terlalu rumit di Jakarta mungkin solusi mengatasi kemacetan dengan memindahkan  ibukota di luar Jawa. Atau memindahkan jalan dibawah tanah seperti yang dipikirkan Elon Musk,  ketika sudah tidak ada lahan lagi untuk membuat jalan di LA, ia punya solusi mengatasi kemacetan dengan membuat terowongan bawah tanah  untuk mobil listriknya.

Sistem didefinisikan sekumpulan komponen yang saling berhubungan, dalam lingkungan  untuk menjalankan suatu proses dan tujuan tertentu.

Berpikir sistem artinya kita melihat suatu fenomena bukan hanya dari satu sisi saja. Itulah sebabnya Ludwig Gertalanffy memperkenalkan yang namanya general system theory yang menekankan pentingnya pendekatan interdisipliner dalam melihat suatu masalah.

Menurutnya, apa yang membuat kita sering berpikir linier mengevaluasi masalah di sekitar kita mungkin salah satunya disebabkan oleh pengkotak-kotakan disiplin dalam sistem pendidikan kita, yang membuat kita hanya melihat masalah dari satu sudut pandang saja. Pendekatan reductionism ini yang membuat kita jadi sering melakukan oversimplifikasi dalam melihat suatu masalah, seperti mencoba menjelaskan ekosistem hutan hanya dengan menganalisis satu pohon atau daun saja.

Selanjutnya kita bahas perbedaan berpikir linier dan berpikir sistem.

  1. Berpikir liner menggunakan pendekatan analisis. Analisis artinya membongkar suatu fenomena dalam berbagai elemen-elemen yang lebih kecil dan mencoba menjelaskan hubungan elemen itu dengan fenomena yang kita amati.

Pada sistem thinking pendekatan yang diperlukan bukan kemampuan untuk menganalisis, tapi kemampuan untuk mensintesis,

Sintesis  itu kebalikannya,  bukan membongkar tapi mengkombinasikan berbagai elemen-elemen yang terpisah menjadi satu sistem yang utuh.  

  • Berfikir linear berorientasi konten, sedangkan berpikir sistem berorientasi pada proses.
  • Berpikir liner mencoba mencari penyebab, sedangkan berpikir sistem mencoba memahami pola.

Dalam memahami pola system thinking memperkenalkan konsep feedback atau umpan balik yang didefinisikan sebagai interaksi pengaruh antara elemen dalam system.

Ada dua jenis feedback, yaitu:

  1. Reinforcing feedback

Reinforcing Feedback dibagi menjadi dua, yaitu positif dan negatif feedback. Positif feedback adalah umpan balik yang saling menguatkan. Bayangkan sebuah hutan, semakin banyak tanaman, semakin banyak pula humus yang dihasilkan ketika tanaman itu mati. Dan semakin banyak humus maka semakin banyak tanaman lagi yang bisa tumbuh di hutan itu.

Contoh lain semakin mesra kita pada pasangan kita maka pasangan juga akan merespon dengan semakin mesra pada kita, dan begitu seterusnya. Ini yang disebut sebagai positif feedback loop.

Lalu negatif feedback adalah efek yang saling melemahkan, semakin kita menggunduli hutan, semakin sulit tanaman baru tumbuh dihutan itu.

  • Balancing feedback

Semakin banyak populasi kelinci di suatu hutan, semakin banyak pula populasi predatornya yang pada gilirannya juga akan mengurangi populasi kelinci. Ketika populasi kelinci berkurang jumlah predatornya juga akan semakin berkurang yang pada akhirnya juga akan kembali menaikkan populasi kelinci. Begitu terus sampai tercipta keseimbangan ekosistem.

Barry Richmond dalam bukunya Introduction of System Thinking, berpikir sistem perlu pendekatan seni dan sains dalam membuat inferensi yang reliabel dan mendalam terkait memahami fenomena. Jadi system thinking mengajak kita berpikir jangka panjang dalam memecahkan masalah.

Untuk memecahkan suatu masalah dalam jangka panjang kita perlu fokus akan tiga hal ini:

  1. Identifikasi pola yang berulang, bukan hanya insiden atau kejadian tertentu.
  2. Amati terjadinya putaran umpan balik (feedback loop) dalam pola itu.
  3. Jangan hanya fokus pada komponen dalam satu masalah, tapi hubungan antarkomponen seperti apa yang menimbulkan masalah.

Jadi jika kamu bertanya, kenapa sampai sekarang belum dapat jodoh juga, mungkin jawabannya karena kurang gaul,  kurang keren, kurang wawasan, atau kurang yang lainnya.

Bisa jadi kombinasi atau gabungan semuanya.

Jadi poinnya, coba lihat masalah lebih utuh, amati pola yang berulang, amati juga lingkaran pertemanan kamu, apakah memperkuat justru meperlemah peluang dalam mendapatkan jodoh. jamgan hanya fokus satu hal, mungkin permlu mengubah cara pandang kamu terkait jodoh itu sendiri.

Jadi benar ya yang dikatakan Albert Einstein, “The world as we have created it is a process of our thinking. It cannot be changed without changing our thinking.”


Dunia yang kita lihat adalah proses pikiran kita, dunia tidak akan berubah kecuali kita mengubah dulu cara berpikir kita.

Jadi, sebelum kita mengubah dunia, mungkin kita perlu mengubah dulu cara berpikir kita dalam melihat dunia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *