UU Cipta kerja yang baru disahkan 5 oktober lalu, dibayangi ancaman 2 juta buruh yang akan melakukan mogok massal selama 3 hari. Undang-undang Cipta Kerja seharusnya bisa menjadi terobosan untuk melindungi kepentingan pekerja, bukan sekedar pemilik modal.
Omnibus Law Memangkas 79 Undang-Undang
Keberadaan Undang-undang Cipta kerja ini, yang dikenal masyarakat sebagai Omnibus Law, berpotensi untuk menganulir dan berdampak pada banyak Undang Undang Lainnya seperti : UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan, serta UU Nomor 40 Tahun 2004 dan No 24 Tahun 2011 Tentang Jaminan Sosial.
Keberadaan Undang-undang Cipta kerja ini, yang dikenal masyarakat sebagai Omnibus Law, berpotensi untuk menganulir dan berdampak pada banyak Undang Undang Lainnya seperti : UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Ketenagakerjaan, serta UU Nomor 40 Tahun 2004 dan No 24 Tahun 2011 Tentang Jaminan Sosial.
Kajian panjang dan mendalam yang telah dilakukan pada lebih dari 79 Undang Undang sebelumnya harus terdampak dan tidak dapat berlaku lagi karena adanya Omnibus Law.
Faktor Penghambat Investasi Belum Seluruhnya Terselesaikan Oleh UU Cipta Kerja
Undang-undang Cipta kerja dibuat untuk meningkatkan investasi, namun ada permasalahan yang lebih serius yang menjadi faktor penghambat Investasi di Indonesia, yaitu tingkat Korupsi, rendahnya kualitas pendidikan, keterampilan dan daya saing pekerja yang masih rendah. Dengan ditetapkannya UU Cipta Kerja ini, Minimnya perhatian terhadap kesejahteraan dan kualitas buruh, dalam jangka panjang justru akan semakin menghambat investasi.
Deregulasi Menimbulkan Celah Pemanfaatan Bagi Pelaku Usaha
Pasal-pasal mengenai kemudahan pembentukan dan perizinan perusahaan merupakan bentuk deregulasi dari aturan perizinan usaha yang sudah ada sebelumnya. Namun dalam prakteknya, deregulasi seringkali dimanfaatkan oleh pelaku usaha, sehingga tidak jarang menimbulkan permasalahan dalam jangka panjang.
Kita dapat belajar dari deregulasi yang dilakukan di dunia Perbankan yang pernah dilakukan untuk mempermudah izin pendirian Bank, justru mengantarkan Indonesia pada krisis ekonomi. Atau deregulasi penerbangan yang mempermudah izin pendirian maskapai, di sisi lain menimbulkan tingkat kecelakaan yang tinggi karena maskapai tidak memenuhi standar yang sebelumnya diatur.
UU Cipta Kerja Berpihak Pada Pemilik Modal
UU Cipta kerja ini digadang dapat meningkatkan investasi dan meningkatkan lapangan kerja dengan mempermudah urusan perizinan usaha. Akan tetapi, selain pasal-pasal yang mengatur tentang perizinan usaha, pasal pasal tentang ketenagakerjaan yang diprediksi akan menyediakan tenaga kerja murah, harus mengorbankan beberapa hak-hak tenaga kerja.
Pekerja Masih Diperlakukan Sebagai Pihak Inferior Dibawah Pemilik Modal
Undang-undang ini memperlakukan pekerja sebagai pihak yang inferior dibawah pemilik modal. Banyak pihak mengkhawatirkan UU ini akan merugikan pekerja antara lain karena upah minimum kota dan kabupaten yang bersyarat, penghapusan upah minimum sektoral, dan hubungan kerja outsourcing yang tidak berbatas waktu dan jenis pekerjaan.
Padahal seharusnya, pemilik modal dan pekerja diperlakukan sebagai mitra yang sejajar, yang juga belum diatur misalnya adalah ketimpangan hak pekerja dengan petinggi perusahaan Di satu sisi, Direktur dan Komisaris mendapatkan kompensasi yang sangat tinggi, smentara di perusahaan tersebut masih ada buruh hanya mendapat upah minimum.
Kemudahan Efisiensi Berisiko Membunuh Lapangan Kerja
Undang-undang ini juga seharusnya mengatur sejauh apa robotisasi dan otomatisasi dalam industri diperbolehkan untuk menggantikan Tenaga Kerja manusia, jangan sampai kemudahan dalam membuka usaha ini dimanfaatkan kepentingan pemilik modal dengan dalih efisiensi, namun justru membunuh lapangan kerja.
Ketepatan Waktu Bagi Deregulasi Sangat Krusial
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh IMF, deregulasi tenaga kerja dapat memiliki efek yang negatif apabila dilakukan dalam kondisi resesi seperti saat ini. Kemungkinan perusahaan untuk memutus hubungan kerja akan semakin tinggi apabila perlindungan terhadap pekerja dilonggarkan, dan akan memperburuk perekonomian dengan gelombang PHK di tengah masa krisis. Solusinya, implementasi deregulasi tenaga kerja sebaiknya hanya dilakukan setelah kondisi makroekonomi Indonesia benar-benar pulih dari resesi.
Jangan sampai UU Cipta kerja justru menjadi petaka bagi dunia kerja, dan terutama bagi anda, para pencari kerja.